Kamis, 30 Maret 2017

Jurnal tentang Model Etika dalam Bisnis dan Manajerial

MORAL DAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS MENJELANG PASAR BEBAS 

Oleh : Marinus R. Manurung 

ABSTRACT
In a free market, good ethical practices are rewarded. The edge in competition is not price or even quality but service and integrity. This article elaborates the issue of business ethics and its complexity in relationship with the free market as well as the pros and cons of globalization. 

PENDAHULUAN 
       Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. 
       Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaanperusahaan yang berada di negara yang berbeda. 
       Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semuha hambatan­hambatan milah yang ditolak oleh perdagangan bebas, Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian didukung perdagangan yang d idukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas Peranjian-perjanjian tersebut sering dikritik karma melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar. 

Sejarah Pasar Bebas
       Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional memfokkuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
       Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan kenapa beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur­Adwn Smith, contohnya, menunjukkan kepada peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di Mediterania seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tapi juga Bengal dan Tiongkok. Kemakmuran besar dari Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan bebas dan kebe-basan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi pertanyaan paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas telah berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, isolasionis-me, komunisme dan kebijakan lainnya sepanjang abad. 

Moral dan Etika dalam Dunia Bisnis 
       Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin “kabur” (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa perang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
       Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negaranegara lainnya agar terwujud suatu tatanan petekonomian yang saling menguntungkan. Namur perlu dipertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita. Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika. Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinva kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber ”bisnis”. Jadi moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercavaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
       Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.
       Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia I’m akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sebingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan. GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
       Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan. ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak­pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Etika Dalam Dunia Bisnis
       Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu. (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/ramburambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
       Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakah oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis Berta kelompok yang terkait lainnya. 
       Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaftan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, balk pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpihak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa. diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian
       Supaya bisnis dapat dijalankan dengan baik dan etis, dibutuhkan pula perangkat hukum yang baik dan dan adil. Hares ada aturan main yang fair, yang dijl, ,val oleh etika dan moralitas. Aturan main ini merupakan positivasi nilai mlat moral dan menjadi pegangan kongkret bagi semua pelaku bisnis. Artinya, aturan bisnis ini berlaku bagi sernua pelaku bisnis dan semua hares pelaku bisnis hares tunduk pada peraturan bisnis tersebut. Yang penting mendasar adalah perlunya pemerintah yang bersih dan adil yang secara konsuk-uen dan efektif menegakkan hokum tadi, dengan sanksi dan liukuman sesuai dengan aturan yang ada bagi siapa saja yang melanggar tanpa terkecuali. Jadi yang terpenting yang kite butuhkan adalah due perangkat. Yang pertama, adalah perangkat moral dan yang kedua adalah perangkat legal politis.
       Dari segi moral system ekonomi pasar bebas mengandung beberapa hat yang positif, diantaranya; 
1. System ekonomi pasar bebas menjamin keadilan melalui jaminan pelakasanaan perlakuan yang same dan fair bagi semua pelaku ekonomi. 
2. Ada aturan yang jelas dan fair, dan karena itu fair. 
3. Pasar memberi peluang yang optimal. 
4. Dari segi pemerataan ekonomi, pada tingkat pertama ekonomi pasar jauh lebih mampu menjamin pertumbuhan ekonomi. 
5. Pasar juga memberikan peluang yang optimal bagi perwujudan kebebasan manusia. 
Dengan demikian, pasar mencapai 3 nilai moral: 
1. Pasar mengarahkan penjual dan pembeli untuk melakukan pertukaran dagang secara, adil. 
2. Pasar memaksimalisasi manfaat yang diperoleh penjual dan pembeli dengan mengarahkan mereka untuk mengalokasikan, menggunakan, dan mendistribusikan barang barang mereka secara efisien. 
3. Pasar mencapai semua ini dengan tetap menghargai hak penjual dan pembeli atas kebebasan.

Pro Kontra Globalisasi
       Banyak ekonom yang berpendapat bahwa perdagangan bebas meningkatkan standar hidup melalui teori keuntungan komparatif dan ekonomi Skala besar. Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri lokal, dan juga membatasi standar kerja dan standar social.
       Sebaliknya pula, perdagangan bebas juga dianggap merugikan negara maju karena ia menyebabkan pekerjaan dan negara maju berpindah ke negara lain dan juga menimbulkan perlombaan serendah mungkin yang menyebabkan standar hidup, dan keamanan yang lebih rendah. Perdagangan bebas dianggap mendorong negara-negara untuk bergantung satu sama lain, yang berarti memperkecil kemungkinan perang.
       
Teori Imajiner
       Tiga ciri pasar persaingan sempurna (perfect competition), bebas keluar/masuk (free entry/free exit), jumlah besar (large number), dan produk, homogen (homogeneous product), telah dihafal oleh mereka yang mempelajari ilmu ekonomi tanpa menyadari bahwa dalam free entry/free exit terkandung paradigma liberalisme-yang dalam tata pikir Indonesia tidak sesuai dengan hakikat Demokrasi Ekonomi.
       Free entry yang berarti bebas masuk kegiatan usaha spa pun berarti bebas menggusur yang lain dengan daya saingnya yang lebih tangguh dan unggul, sedangkan free exit berarti terpaksa exit (bangkrut atau kalah bersaing). 
       Teori pasar dengan persaingan sempurna dikembangkan secara fantastic. Distorsi pasar, baik teknis, kelembagaan, maupun sosio-kultural, oleh textbook diasumsikan tidak ada yang dikatakan sebagai alasannya ialah for the sake of simplicity
       Pengembangan teori berjalan berdasar validitas teoretikal, yakni asumsi di atas asumsi dan aksioma di atas aksioma. Padahal paradigma seperti yang dikemukakan oleh ekonom dari Inggris, Joan Robinson (1903-1983) telah mengelabui kita dalam pengembangan teori ekonomi. Teori yang ada dapat saja berkembang konvergen, tetapi bisa semakin divergen terhadap realitas. Para pengabdi ilmu yang belum tentu adalah pengabdi masyarakat dapat saja terjebak ke dalam divergensi ini.
       Banyak ekonom dan para analis moneter menjadi simplistic mempertahankan ilmu ekonomi Barat ini dengan mengatakan bahwa kapitalisme telah terbukti menang, sedangkan sosialisme telah kalah telak. Pandangan yang penuh mediokriti ini mengabaikan proses dan hakikat perubahan yang terjadi, mencampur adukkan antara validitas teori, viability sistem ekonomi, kepentingan dan ideologi (cita-cita), serta pragmatisme berpikir.
        Adam Smith kelewat yakin akan kekuatan persaingan. Teori ekonominya (teori pasar berdasar hipotesis pasar bebas dan persaingan sempurna), sempat mendikte umat manusia sejagat dalam abad ini untuk terns “bermimpi’’ tentang kehadiran pasar sempurna.
       Lalu lahirlah berbagai kebijakan- ekonomi, baik nasional maupun global, berdasarkan pada teori pasar bebas dan persaingan sempurna. Teori imajiner yang dikemukakan oleh Adam Smith hingga kini dianut sebagai “pedoman moral” demi menjamin kepentingan tersembunyi para partikelir.

Globalisasi dan IMF
       Keprihatinan pada pasar bebas dan persaingan sempurna menemukan momentumnya ketika beberapa negara di Asia dilanda krisis moneter (1997). Krisis moneter ini menyadarkan kita dari “mimpi” Adam Smith bahwa teori pasar bebas berdasar freedom of private initiative dan globalisasi sesungguhnya tidak bekerja untuk menciptakan stabilitas ekonomi global. Sebaliknya, kebijakan globalisasi cenderung menjadi momok bagi negara berkembang.Bagi sebagian perang ada jawaban yang mudah tinggalkan globalisasi. Tetapi hal ini tidaklah mungkin, sebab globalisasi jugs membawa sejumlah manfaat-keberhasilan Asia Timur didasarkan pada globalisasi, khususnya peluang perdagangan dan meningkatnya akses ke pasar global serta sains dan teknologi. Masalahnya bukan pada globalisasi itu sendiri, tetapi bagaimana globalisasi tersebut dikelola secara wajar dan fair. Lebih lanjut, Joseph E Stiglitz melalui bukunya Globalization and Its Discontents (2002) menegaskan bahwa sebagian besar permasalahan ada pada lembaga ekonomi dunia seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO. Lembaga inilah yang membantu membuat aturan mainnya (berdasarkan kepentingan dan ideologi volitiknva). Mereka melakukannya dengan cara yang acap kali mendahulukan kepentingan negara industri maju daripada negara berkembang.
       Upaya. IMF yang kurang berhasil pada tahun. 1990-an menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai cara lembaga restrukturisasi financial dunia ini memandang globalisasi sebagai bagian dart misinya. IMF, misalnya, yakin bahwa is telah menjalankan tugasnya, yakni mendorong stabilitas global Berta membantu negara berkembang yang sedang dalam transisi untuk mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Penutup 
       Sejak reformasi bergulir, telah dua Pemilu rakyat Indonesia mengecap nikmatnya demokrasi. Selain itu, rakyat juga telah merasakan pengalaman memilih sendiri pemimpin nasionalnya. Rakyat telah berpartisipasi dalam menentukan masa depan kehidupan bangsa. Namun apakah sekarang rakyat menikmati hasil yang positif Apakah pemerintah telah lebih memperhatikan mereka? Apakah  rakyat telah hidup dengan lebih makmur dan sejahtera?
       Realitasnya, rakyat masih hidup dalam kemiskinan yang semakin parah, bahkan menurut Bank Dunia, setengah Bari rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan. Kekayaan yang bertambah hanyalah dinikmati para pejabat, baik di eksekutif ataupun di legislatif dan yudikatif Setelah DPR dan presiden/ wapres menikmati kenaikan gaji, DPRD siap menyusul kenaikan tersebut dengan dicantumkannya tunjangan komunikasi intensif Rakyat semakin tercekik oleh beban ekonomi sehari-hari yang menyesakkan. Kenapa kue putaran perekonomian hanya dinikmati segelintir elite, baik itu elite politik ataupun elite di bidang ekonomi, yaitu para pengusaha bermodal besar. Kenapa rakyat jelata tidak ikut merasakan kemakmuran dan berputarnya roda perekonomian tersebut? Kondisi ini terjadi karena minimnya partisipasi rakyat dalam putaran roda perekonomian.Rakyat tidak mampu mengembangkan usahanya karena kalah bersaing dengan para pengusaha beru modal besar. Inilah yang dikatakan banyak pihak sebagai kecenderungan yang terjadi pada perekenomian beimazhab kapitalisme dan neoliberalisme. Sistem ekonomi kapitalisme cenderung dijalankan dan dinikmati oleh pemain besar. Prinsip hidupnya mengikuti hukum darwinisyne, yaitu survival of the fittest. Karma itu, ekonomi semakin hari semakin dikuasai oleh pemain.-pemain besar. Para pemain kecil secara perlahan-lahan “pingsan” dan akhimya hares gulung tikar. Kita ambil contoh bisnis retail, sekarang ini di Jakarta dikuasai para pemain besar.

Pasar Sosial 
       Dalam keadaan seperti ini, kreativitas masyarakat menjadi hilang. Musnah tergerus oleh kekuatan ‘Kapital yang luar biasa besar. Kenyataan ini berujung pada kenyataan lain bahwa pada akhirnya masyarakat hanya menjadi konsumen.
        Untuk meminimalisasi ketidak-aditan ekonomi ini, pemerintah dan pelaku usaha besar perlu memperbaiki diri. Pemerintah, khususnya, perlu menerapkan pembangunan ekonomi dengan mengukitsertakan partisipasi masyarakat. Dalam arti bahwa seluruh masyarakat diundang untuk tarot memutar roda ekonomi. Caranya adalah dengan memberi mereka kesempatan untuk masuk ke dalam dunia usaha dan menunjukkan partisipasi-nya. Dalam hal ini, sedikit intervensi negara diperlukan. Tentu intervensi di sini tidak diartikan sebagai masuknya negara pada praktek perekonomian sehari­hari seperti lazim ditemui pada sistem ekonomi sosialis. Mekanisme pasar bebas tetap bisa diterapkan. Walau bagaimanapun mekanisme pasar bebas terlihat lebih baik dari sistem lain.
       Hal ini karena mekanisme pasar berdampak baik terhadap perilaku manusia, yaitu menjadikan manusia mau bekerja keras, ulet dan pantang menyerah. lklim persaingan dalam mekanisme pasar yang memaksa dan menjadikan manusia menjadi pekerja keras. Hanya saja, perlu diberikan perlindungan dan bantuan kepada yang lemah. Mekanisme pasar tetap dijalankan Haman tidak melupakan aspek social dalam arti bahwa rakyat terlemah diberi benteng perlindungan dan bantuan. Pemerintah negara di sini terbatas pada upaya memberikan kail bagi rakyat untuk membuka usaha- Kail tersebut dalam bentuk bantuan permodalan dengan bunga nol persen. Dengan demikian, rakyat terhindar dari kemungkinan tercekik oleh bunga yang memberatkan. Selain itu, rakyat yang bare mulai menjalankan usahanya tersebut perlu diberi waktu untuk bebas dari kewajiban mencicil, misalnya tiga. tahun. Dengan begitu, rakyat memiliki waktu untuk mengembangkan usahanya sampai memperoleh keuntungan yang cukup untuk membiayai kehidupannya, mengembangkan usahanya dan mencicil pinjaman tersebut.
       lrigasi Sebanyak Mungkin dan Merata. Di sisi lain, pemerintah perlu menerbitkan regulasi yang dapat menghindarkan kekuatan ekonomi besar menggerus usaha kecil. Pengaturan lokasi usaha untuk para peritail besar, misalnya, dapat merupakan upaya perlindungan bagi pengusaha kecil tersebut. Selain itu pembangunan sarana-prasarana pro-rakyat diperlukan. Pemerintah diharapkan dapat mengintensifkan pembangunan jalan di desa-­desa, sehingga perekonomian rakyat desa dapat berputar. Semua desa, harus terhubungkan dengan daerah di sekitarnya supaya lalu lintas perekonomian dapat terjadi. Pemerintah juga perlu membangun berbagai sarana pertanian. Sekarang ini petani menggarap sawah dengan memanfaatkan irigasi peninggalan pemerintahan Orde Baru yang tentu saja sudah tidak sesuai kebutuhan dan banyak yang mengalami kerusakan. Pemerintah sekarang terlihat tidak series membangun irigasi baru. Karena itu, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu membangun irigasi sebanyak mungkin dan merata di seluruh Tanah Air. Dengan demikian, petani dapat mengairi sawahnya sepanjang tahun sehingga mereka dapat bercocok tanam tanpa henti. Kondisi ini akan menaikkan hasil produksi padi mereka. Akhirnya taraf kehidupan mereka akan terangkat. Bukankah ini esensi dari revitalisasi pertanian yang seringkah digembar-gemborkan itu?
       Dari manakah Maya untuk membangun berbagai sarana-prasarana bagi rakyat tersebut? Pemerintah dapat mengintensifkan pajak untuk keperluan, itu dengan cara melipatgandakan pajak barang mewah dan diberlakukan secara progresif. Dengan demikian, pemerintah memiliki dana untuk biaya pembangunan sambil berupaya memperkecil jurang antar golongan kaya dan miskin.
       Pembangunan ekonomi dengan metode partisipasi akan menghasilkan pembangunan yang berkelanjutan dan kokoh sehingga mampu menghadapi segala tantangan. Daripada memberikan “ikan” kepada rakyat berupa BLT sementara pada waktu yang sama usaha kecil dibiarkan bangkrut tergilas usaha besar, lebih baik pemerintah memfokuskan diri memberdayakan usaha kecil dengan cara diatas. Hal ini akan membuat usaha kecil mampu bersaing dengan usaha besar. Basis kekuatan ekonomi perlu diletakkan di tangan rakyat. Keberadaan pengusaha besar perlu tetap didukung, namun dengan tidak mematikan pengusaha kecil. Dengan pembangunan ekonomi seperti ini, pemerintah telah melaksanakan prinsip keadilan dalam mengupayakan kemakmuran. rode perekonomian akan berputar seimbang di seluruh kelas ekonomi.
       Pasar bebas pada hakikatnya merupakan esensi dari demokrasi. Ideologi pasar bebas adalah ideologi demokrasi yang diterapkan pada, bidang ekonomi. Karena itulah, pasar bebas perlu didukung keberadaannya. Namun hendaknya, pasar bebas tidak dilepas tanpa pengaman.
       Pasar bebas hendaknva diterapkan dengan menambahkan benteng perlindungan dan bantuan bagi rakyat jelata. Dengan demikian, kue pembangunan perekonomian dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Inilah esensi dari keadilan.

DAFTAR PUSTAKA 
N.Nuryesman M, Moral dan Etika Dalam Dunia Bisnis, Bank dan Manajemen, Mei/Juni 1996.
Purba Victor, Hukum Bisnis Dalam Kegiatan Bisnis Para Manajer, Manajemen, 1993.
Dunia Bisnis, Warta Ekonomi, No. 29, December 1994.
http:Hid.wikipedia.org/wiki/Perdagangaii bebas”